Sabtu, 25 April 2015

VARIASI BAHASA JAWA DI DAERAH BLITAR DENGAN SURABAYA

MAKALAH PENELITIAN
FONOLOGI
VARIASI BAHASA JAWA DI DAERAH BLITAR DENGAN SURABAYA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Yang Dibina Oleh
Nanda Awallil Fitri, S.Pd., M.Pd.



Disusun Oleh:
       Amalia Anggi Trina            (130621100127)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA “C”
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa sebagai salah satu alat komunikasi yang digunakan seorang kelompok untuk mengetahui maksud dan di pahami oleh masyarakat tutur. Bahasa mempunyai dua aspek mendasar, yaitu bentuk, baik bunyi, tulisan maupun strukturnya, dan makna, baik leksial maupun fungsional dan struktural. Jika kita memperhatikan bahasa dengan terperinci dan teliti, kita akan melihat bahwa bahasa itu dalam bentuk dan maknanya menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil atau besar antara pengungkapan satu dengan pengungkapan yang lain, lalu kita akan mendengarkan perbedaan-perbedaannya. Variasi adalah suatu perwujudan pernyataan pendapat, baik bersyarat maupun tidak bersyarat.
Variasi bahasa menurut Aslindgaf (dalam Rachmadc, 2007:17) adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola umum bahasa induksinya. Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Seperti halnya yang kita ketahui di sekitar kita, setiap daerah hampir seluruhnya mempunyai bahasa daerahnya sendiri-sendiri atau bisa dikatakan meskipun istilahnya bahasa Jawa akan tetapi bahasa Jawa sendiri masih banyak macamnya yang dipergunakan disetiap daerah.
Mengenai variasi bahasa ditinjau dari penutur atau kelompok tutur variasi bahasa berdasarkan kelompok ini kategori; (1) Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang memiliki khas bahasa masing-masing. Ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang di gunakan dalam situasi, keadaan, atau keperluan tertentu. Untuk situasi formal digunakan bahasa yang disebut bahasa baku. (2) Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Misalnya, kita di Indonesia mengenal adanya bahasa Jawa dialek Banyumas, bahasa Jawa dialek surabaya, bahasa Jawa dialek tegal, bahasa Jawa dialek Blitar dan sebagainya. (3) Kronolek, (4) Sosiolek, (5) Etnolek, (6) Ekolek, (7) Akrolek, (8) Mesolek, (9) Basilek, dan (10) Vulgar.
Dari beberapa uraian diatas, dalam makalah ini akan membahas berbagai macam variasi bahasa yang ditinjau dari penutur atau kelompok tutur bahasa Jawa yang memiliki banyak dialek. Khususnya bahasa Jawa dialek Surabaya dengan bahasa Jawa dialek Blitar serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ragam variasi bahasa itu sendiri.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut;
1)   Apa yang yang dimaksud dengan variasi bahasa?
2)   Bagaimana bentuk variasi bahasa Jawa dialek Surabaya dan Blitar?
3)   Faktor-faktor apa yang mempengaruhi variasi bahasa Jawa?
1.3  Tujuan
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut;
1)   Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud variasi bahasa.
2)   Untuk mengetahui dan memahami bentuk variasi bahasa Jawa di daearah Surabaya dengan Blitar.
3)   Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variasi bahasa Jawa, khususnya dialek bahasa Jawa Blitar dengan bahasa Jawa dialek Surabaya.
1.4  Manfaat
Beberapa manfaat dari penulisan makalah ini adalah;
1)   Dapat dijadikan sebagai acuan dalam berkomunikasi.
2)   Dapat menggunakan berbagai macam variasi dialek bahasa sesuai konteksnya.
3)   Dapat memahami pengertian variasi bahasa.
4)   Dapat membedakan bentuk variasi dialek bahasa Jawa yang beraneka ragam.
5)   Dapat dijadikan sebagai kajian belajar dalam meningkatkan prestasi diri pada khusunya pengetahuan pada umumnya.
1.5  Landasan Operasional
1)   Variasi adalah suatu perwujudan pernyataan pendapat, baik bersyarat maupun tidak bersyarat.
2)   Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
3)   Bahasa Jawa adalah bahasa daerah yang digunakan oleh penduduk Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain itu bahasa Jawa juga digunakan oleh penduduk yang tinggal di beberapa daerah lain seperti Banten, terutama kota Serang, kabupaten Serang kota Cilegon, kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan pantai utara, Karawang, Subang, Indramayu, kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon.
4)   Surabaya adalah ibukota propinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Surabaya dikenal dengan sebutan kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam merebut kemerdekaan Indonesia.
5)   Blitar merupakan salah satu daerah di wilayah propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak di sisi selatan Jawa Timur dengan ketinggian 167 m diatas permukaan laut. Blitar dibagi dalam dua wilayah administratif yakni Kota dan Kabupaten.












BAB II
LANDASAN TEORI DAN METODE PENELITIAN
2.1  LANDASAN TEORI
2.1.1   Sosiolingustik
            Sosiolinguistik merupakan ilmu disiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang sangat erat. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kegiatan sosial ataupun gejala sosial dalam suatu masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil objek bahasa sebagai objek kajiannya. Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu didalam suatu masyarakat bahasa.
2.1.2   Variasi Bahasa
            Menurut Aslindgaf (dalam Rachmad, 2007:17) pengertian variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola umum bahasa induksinya.
                        Menurut Chaer dan Agustina (dalam Rachmad, 2013) bahwa pengertian variasi bahasa merupakan keragaman atau perbedaan dalam pemakaian bahasa. Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
2.1.3   Jenis-jenis Variasi Bahasa
            Menurut Depdiknas (dalam Baharudin, 2008:1131,116) ragam bahasa atau jenis-jenis ditinjau dari sudut pandang penutur, dapat diperinci lagi menurut patokan daerah, pendidikan, dan jenis penutur. Sedangkan ragam bahasa menurut jenis pemakaiannya dapat diperinci menjadi tiga bagian, yaitu: ragam dari sudut pandang bidang atau pokok persoalan, ragam menurut sarananya, dan ragam yang mengalami percampuran.
            Chaer dan Leonie Agustina (dalam Baharudin, 2004: 62) membagi variasi bahasa dari berbagai segi, yaitu:
1)     Dari Segi Penutur
            Berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa itu, apa jenis kelaminya, dan kapan bahasa itu digunakan. Variasi dari segi penutur terdapat variasi yang disebut:
a)    Idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan.
b)   Dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu.
c)    Kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu.
d)   Sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan dan kelas sosial para penutur.
2)     Dari Segi Pemakaian
            Variasi dari segi pemakaian atau penggunaanya berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, dan bagaimanakah status keformalanya. Variasi bahasa berdasarkan penggunaannya, pemakaiannya atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam atau register. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaiannya menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa, sehingga muncul beberapa ragam bahasa seperti varisai bahasa atau ragam bahasa sastra, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa militer, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa niaga atau perdagangan.
3)     Dari Segi Keformalan
            Berdasarkan tingkat keformalan terbagi menjadi: Ragam baku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi.
a)    Ragam resmi atau formal, ragam bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, dan tidak menggunakan dalam situasi non formal. ragam ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa resmi atau standar.
b)   Ragam usaha atau ragam konsultatif, wujud ragam usaha ini berada diantara ragam formal, dan ragam informal atau santai.
c)    Ragam akrab atau ragam intim, adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubunganya sudah akrab. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek, dan artikulasi yang seringkali tidak jelas.
d)   Ragam santai atau ragam kasual, adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi non formal, misal; untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau sobat karib.
4)     Dari Segi Sarana
a)    Ragam lisan, menyampaikan informasi secara lisan dapat dibantu dengan nada suara, dan ekspresi anggota tubuh.
b)   Ragam tulisan, dalam bahasa tulis menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang disusun bisa di pahami pembaca.
                        Dengan demikian ragam bahasa ditentukan oleh faktor waktu, faktor penutur, faktor sosiokultural, faktor topik pembicaraan, faktor keformalan, faktor sarana (medium).
2.1.4   Dialek
                        Dialek menurut Abdul Chaer (2007:55) adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Misalnya, kita di Indonesia mengenal adanya bahasa Jawa dialek Banyumas, bahasa Jawa dialek surabaya, bahasa Jawa dialek tegal, bahasa Jawa dialek Blitar dan sebagainya. Variasi bahasa berdasarkan tempat lazim disebut dengan nama dialek regional, dialek areal, atau dialek geografis. Variasi bahasa yang digunakan pada masa tertentu, misalnya bahasa Indonesia zaman Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi disebut dialek temporal atau kronolog. Sedangkan variasi bahasa yang digunakan sekelompok anggoto masyarakat dengan status sosial tertentu disebut dialek sosial atau sosiolek.
2.1.5   Bahasa Jawa
            Bahasa Jawa termasuk rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia terbagi menjadi dua yaitu sebelah barat dan timur. Bahasa Jawa termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia sebelah barat bersamaan dengan bahasa Indonesia (Melayu), Sunda, Bali, Madura, Bugis, bahasa-bahasa di Sulawesi dan di kepulauan Filipina. Bahasa Jawa sedikit berbeda dengan bahasa lain dikarenakan bahasa Jawa memiliki tingkat tutur. Hal ini juga yang melandasi mengapa bahasa Jawa tidak menjadi bahasa nasional di Indonesia meskipun jumlah penuturnya paling banyak dari pada bahasa daerah lain yang ada di Indonesia. Tingkat tutur adalah variasi bahasa yang perbedaannya ditentukan oleh sikap pembicara kepada mitra bicara atau orang ketiga yang dibicarakan. Wedhawati (dalam Larasati, 2006:10).
            Yang melandasi tingkat tutur dalam bahasa Jawa yaitu perbedaan umur, derajat tingkat sosial dan jarak keakraban antara pembicara dengan mitra bicara. Dulu, pembagian tingkat tutur sangat rumit dan rinci dalam penggunaannya. Beberapa tingkat tutur bahasa Jawa yaitu ngoko, madya, krama, krama inggil, krama-desa, kedhaton, kramantara, dan masih banyak lagi. Namun beberapa tahun terakhir tingkat tutur bahasa Jawa diringkas menjadi dua macam yaitu ngoko dan krama. Keduanya kemudian dibagi lagi dalam bentuk lugu dan alus. Jumlah penutur yang banyak dan wilayah persebaran yang luas mengakibatkan bahasa Jawa mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan variasi pemakaian yang dilakukan oleh para penutur yang biasa disebut dengan dialek.
2.1.6   Bahasa Jawa Dialek Surabaya
            Surabaya adalah ibukota propinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Surabaya dikenal dengan sebutan kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Bahasa Jawa Dialek Surabaya merupakan salah satu jenis variasi dialek Jawa Timur. Bahasa Jawa dialek Surabaya banyak digunakan di Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo.
            Dialek Surabaya terkenal dengan kekasarannya dan keterus-terangannya. Karena penduduk surabaya mengganggap diri mereka berbeda dengan masyarakat Jawa pada umumnya yang masih harus basa-basi untuk menyampaikan sesuatu. Orang surabaya berterus terang dan apa adanya melalui bahasa yang digunakan.
2.1.7   Bahasa Jawa dialek Blitar
            Blitar merupakan salah satu daerah di wilayah propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak di sisi selatan Jawa Timur dengan ketinggian 167 m diatas permukaan laut. Blitar dibagi dalam dua wilayah administratif yakni Kota dan Kabupaten. Bahasa Jawa Dialek Blitar merupakan salah satu jenis variasi dialek Jawa Timur. Bahasa Jawa dialek Blitar banyak digunakan oleh penduduk kota Blitar. Bahasa Jawa dialek Blitar memiliki kemiripan dengan dialek Kediri dan dialek Jombang, mungkin hanya beberapa kosakata yang berbeda.
            Bahasa Jawa dialek Blitar terkenal dengan kehalusan tutur katanya dan masih harus basa-basi untuk menyampaikan keinginannya. Karena, banyak yang beranggapan malu itu adalah tanda kesopanan. Pada umumnya dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat Jawa akan mengajarkan nilai-nilai santun dalam  berbuat apa saja, termasuk makan, minum, berkelakuan, dan berbahasa. Orang Jawa juga sangat menghormati yang lebih tua sehingga pemakaian bahasapun memakai kaidah. Dan pada masyarakat Blitar masih perpegang teguh dengan kaidah bahasa Jawa yang diterapkan dalam Bahasa Jawa dialek Blitar.
2.2  METODE PENELITIAN
2.2.1    Metode Penelitian
Metode penelitian adalah petunjuk yang memberi arah dan corak penelitian, sehingga dengan metode yang tepat suatu penelitian akan memperoleh hasil yang maksimal.
2.2.2    Pendekatan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah pendekatan berarti proses, perbuatan, cara mendekati usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tertentu masalah penelitian.
2.2.3    Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah variasi bahasa Jawa dialek Surabaya dengan bahasa Jawa dialek Blitar. Jadi objek ini menitikberatkan perbedaan dialek Bahasa Jawa yang di penggunaan oleh masyarakat daerah Surabaya dan Blitar untuk berkomunikasi setiap hari. 
2.2.4    Sumber Data
Sumber data yang digunakan penulis dalam mencari atau mengumpulkan data ini menggunakan metode kepustakaan. Dimana metode ini pengumpulan data dengan cara mengkaji dan menelaah data yang bersumber dari internet. Dan beberapa wawancara dengan beberapa orang asli Blitar dan Surabaya.
2.2.5    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, yaitu pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Dan wawancara dengan beberapa orang asli Blitar dan Surabaya.
2.2.6    Teknik Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan beberapa tahap teknik pengolahan data. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut.
a)      Tahap Deskriptif
Yaitu seluruh data yang diperoleh dihubungkan dengan permasalahan kemudian dilakukan tahap pendeskripsian dan pengidentifisian.
b)      Tahap Klasifikasi
Yaitu mengklasifikasikan data yang telah dideskripsikan sesuai dengan permasalahan masing-masing.
c)      Tahap Analisis
Yaitu mengadakan analisis terhadap data yang telah diklasifikasikan menurut kelompoknya masing-masing berdasarkan teori yang relevan dengan penelitian.
d)     Tahap Interpretasi
Yaitu menafsirkan hasil analisis data untuk memperoleh pemahaman yang sesuai dengan tujuan penelitian.
e)      Tahap Evaluasi
Yaitu tahap pengecekan terhadap hasil analisis data untuk meneliti kebenarannya, sehingga dapat memberikan hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan
2.2.7    Teknik Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini diperoleh dari data-data yang telah di olah dan dianalisis pada tahap sebelumnya. Dalam tahap ini digunakan teknik penarikan kesimpulan induktif, yaitu teknik penarikan kesimpulan yang melihat permasalahan dari data yang bersifat khusus untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum.



















BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Variasi Bahasa
       Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
       Sedangkan mengenai variasi bahasa ditinjau dari penutur atau kelompok tutur variasi bahasa berdasarkan kelompok ini di kategorikan beberapa macam salah satunya yaitu dialek. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Misalnya, kita di Indonesia mengenal adanya bahasa Jawa dialek Banyumas, bahasa Jawa dialek surabaya, bahasa Jawa dialek tegal, bahasa Jawa dialek Blitar dan sebagainya.
3.2 Variasi Bahasa Jawa Dialek Surabaya dan Dialek Blitar
Dialek Surabaya dan dialek Blitar merupakan salah satu jenis variasi dialek Jawa Timur. Bahasa Jawa dialek Surabaya banyak digunakan di Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan Dialek Bahasa Jawa Blitar banyak digunakan di daerah Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri dan kabupaten Jombang, meskipun sedikit berbeda tipis.
Bahasa Jawa dialek Surabaya memiliki perbedaan yang mencolok apabila dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Blitar meskipun sama-sama dialek Jawa Timuran. Perbedaan yang terlihat tidak hanya pada segi fonetis namun juga ada beberapa kosakata yang berbeda dalam penamaan sebuah benda atau keadaan.
Dialek Surabaya terkenal dengan kekasarannya dan keterus-terangannya. Karena penduduk surabaya mengganggap diri mereka berbeda dengan masyarakat Jawa pada umumnya yang masih harus basa-basi untuk menyampaikan sesuatu. Orang surabaya berterus terang dan apa adanya melalui bahasa yang digunakan. Sedangkan dialek Bahasa Jawa Blitar terkenal dengan kehalusan tutur katanya dan masih harus basa-basi untuk menyampaikan keinginannya. Karena, banyak yang beranggapan malu itu adalah tanda kesopanan. Pada umumnya dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat Jawa akan mengajarkan nilai-nilai santun dalam  berbuat apa saja, termasuk makan, minum, berkelakuan, dan berbahasa. Orang Jawa juga sangat menghormati yang lebih tua sehingga pemakaian bahasapun memakai kaidah. Dan pada masyarakat Blitar masih perpegang teguh dengan kaidah bahasa Jawa yang diterapkan dalam Bahasa Jawa dialek Blitar.
Dialek Surabaya memiliki tutur kata yang lebih kasar di bandingkan Dialek Blitar. Berikut beberapa contoh bahasa  Jawa dialek Surabaya dan Bahasa Jawa dialek Blitar dengan perbedaan kosa kata dalam penamaan sebuah benda ataupun keadaan.


KOSAKATA

No
Bahasa Indonesia
Bahasa Jawa Dialek Surabaya
Bahasa Jawa Dialek Blitar
1
Apa
Lapo
Nyapo
2
Kamu
Kon
Awakmu
3
Bagaimana
Ke’opo
Piye
4
Mengerti
Weruh
Eruh
5
Melihat
Nontok
Ndelok
6
Bukan
Duduk
Uduk
7
Sisir
Suri
Jungkas
8
Koci-koci
Lemet
Mendut
9
Kesini
Mrene
Rene
10
Lapar
Lesu
Luwe

Bahasa Jawa dialek Surabaya dengan dialek Blitar tidak hanya memiliki perbedaan yang terlihat pada segi fonetis dan kosakata yang berbeda dalam penamaan sebuah benda atau keadaan. Tetapi, dalam bahasa Jawa dialek Surabaya dengan dialek Blitar memiliki juga beberapa kesamaan kosakata nama benda ataupun keadaan.




No
KOSAKATA
Bahasa Indonesia
Bahasa Jawa Dialek Surabaya
Bahasa Jawa Dialek Blitar
1
Makan
Mangan
Mangan
2
Tidur
Turu
Turu
3
Mandi
Adus
Adus
4
Meja
Mejo
Mejo
5
Kamar mandi
Jeding
Jeding

Meskipun kosakatanya sama terkadang cara pengucapan dialek Surabaya dengan dialek Blitar berbeda. Seperti, kata “jeding” pengucapan orang Surabaya tidak berbeda dengan tulisannya “jeding” tetapi, orang Blitar mengucapkan dengan kata “njending” seperti ada “n” zero di depan huruf “j”.  
3.3  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Variasi Bahasa
Pada pemakaiannya di kehidupan sehari-hari, bahasa menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek. Faktor-faktor variasi bahasa yang sering terjadi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain;
1)   Kondisi geografis
            Terjadinya variasi bahasa sangat dipengaruhi oleh adanya kondisi geografis karena Indonesia letak Negara Indonesia yang memiliki banyak pulau yang berbeda-beda suku.  
2)   Kondisi sosial lingkungan,
              Kondisi sosial lingkungan akan mempengaruhi keragaman bahasa, baik lisan maupun tulisan. Contoh yang umum, saat sedang berada dalam suatu forum resmi struktur bahasa yang digunakan merupakan struktur bahasa yang baku. Namun, di luar forum struktur bahasanya tidak terlalu baku.
3)   Tingkat pendidikan dan profesi,
            Tingkat pendidikan dan profisi merupakan faktor yang banyak mempengaruhi ragam bahasa yang digunakan. Karena seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan membedakan pemilihan kata serta struktur bahasa dalam penggunaan bahasa. Penutur juga akan membedakan  kosakata serta istilah yang digunakan menurut profesi yang digeluti. Seperti  bahasa yang digunakan seorang guru akan berbeda ketika berinteraksi dengan sesama guru dan berinteraksi dengan muridnya atau tukang kebun.





























BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
Bahasa Jawa dialek Surabaya dengan bahasa Jawa dialek Blitar memiliki perbedaan yang mencolok apabila di bandingkan meskipun sama-sama dialek Jawa Timuran. Perbedaan yang terlihat tidak hanya pada segi fonetis namun juga ada beberapa kosakata yang berbeda dalam penamaan sebuah benda atau keadaan. Tetapi, antaran bahasa Jawa dialek Surabaya dan dialek Blitar juga memiliki beberapa kesamaan. Seperti yang telah di contohkan di atas.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya variasi bahasa yaitu;
1)   Kondisi geografis,
2)   Kondisi sosial lingkungan,
3)   Tingkat pendidikan dan profesi.
4.2 Saran
Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”. Apabila dalam penulisan makalah ini ada kesalahan, kami atas nama penulis memohon untuk memberikan kritik, saran dan masukannya yang bersifat membangun agar menuju kepada kesempurnaan.










DAFTAR PUSTAKA
Annonymous, 2011/03. Sosiolingustik Variasi Bahasa. [online]. http://Rachmadc.blogspot.com/2011/03/sosiolingustik-variasi-bahasa.html
 Annonymous, 2010/04. Variasi Bahasa. [online]. http://Larasati-cadiva.blogspot.com/2010/04/variasi-bahasa.html
Annonymous,  2013/10. Variasi dan Ragam Bahasa. [online]. http://teoriku.blogspot.com
Annonymous, 2014/01. Variasi Bahasa Jawa. [online]. http://BasaJawa8b.wordpress.com
Annonymous, 2009/08. Pengertian Surabaya. [online] http://Traveller2009.wordpress.com
Annonymous, 2007/08. Variasi-variasi Dialek Bahasa Jawa. [online]. http://asbahlingust.blogspot.com
Annonymous, 2003/09. Dialek Bahasa Jawa. [online].http://helmiairan.wordpress.com
Annonymous, 2008/09. Variasi-variasi Bahasa Jawa. [online]. http://Pramoedya.Ananta.Toer.blogspot.com.html
Chaer, Abdul.2007.Lingustik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul.2009.Psikolingustik.Jakarta: Asdi Mahasatya